This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 23 September 2013

Manfaat dan Keutamaan Sholat Tahajud / Sholat Malam

“Jika matahari sudah terbenam, aku gembira dengan datangnya malam dan manusia tidur karena inilah saat hanya ada Allah dan aku.”

Sejarah telah mencatat bahwa Rasulullah Saw dan para sahabat selalu melaksanakan shalat tahajud. shalat tahajud adalah shalat yang sangat mulia. Keajaiban melaksanakan shalat tahajud telah tercatat dalam alquran. Ada beberapa keajaiban shalat tahajud berikut ini.

1. Shalat Tahajud sebagai tiket masuk surga
Abdullah Ibn Muslin berkata “kalimat yang pertama kali ku dengar dari Rasulullah Saw saat itu adalah, “Hai sekalian manusia! Sebarkanlah salam, bagikanlah makanan, sambunglah silaturahmi, tegakkan lah shalat malam saat manusia lainnya sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah).

2. Amal yang menolong di akhirat
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman surga dan di mata air-mata air, seraya mengambil apa yang Allah berikan kepada mereka. Sebelumnya mereka adalah telah berbuat baik sebelumnya (di dunia), mereka adalah orang-orang yang sedikit tidurnya di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah).” (QS. Az Zariyat: 15-18)

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang senantiasa bertahajud Insya Allah akan mendapatkan balasan yang sangat nikmat di akhirat kelak.

3. Pembersih penyakit hati dan jasmani

Salman Al Farisi berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Dirikanlah shalat malam, karena sesungguhnya shalat malam itu adalah kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kamu, (shalat malam dapat) mendekatkan kamu kepada tuhanmu, (shalat malam adalah) sebagai penebus perbuatan buruk, mencegah berbuat dosa, dan menghindarkan diri dari penyakit yang menyerang tubuh.” (HR. Ahmad)

4. Sarana meraih kemuliaan

Rasulullah Saw bersabda, “Jibril mendatangiku dan berkata, “Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, karena engkau akan mati, cintailah orang yang engkau suka, karena engkau akan berpisah dengannya, lakukanlah apa keinginanmu, engkau akan mendapatkan balasannya, ketahuilah bahwa sesungguhnya kemuliaan seorang muslim adalah shalat waktu malam dan ketidakbutuhannya di muliakan orang lain.” (HR. Al Baihaqi)

5. Jalan mendapatkan rahmat Allah

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Semoga Allah merahmati laki-laki yang bangun malam, lalu melaksanakan shalat dna membangunkan istrinya. Jika sang istri menolak, ia memercikkan air di wajahnya. Juga, merahmati perempuan yang bangun malam, lalu shalat dan membangunkan suaminya. Jika sang suami menolak, ia memercikkan air di wajahnya.” (HR. Abu Daud)

6. Sarana Pengabulan permohonan

Allah SWT berjanji akan mengabulkan doa orang-orang yang menunaikan shalat tahajud dengan ikhlas. Rasulullah Saw Bersabda,

“Dari Jabir berkata, bahwa nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya di malam hari , ada satu saat yang ketika seorang muslim meminta kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah memberinya, Itu berlangsung setiap malam.” (HR. Muslim)

7. Penghapus dosa dan kesalahan

Dari Abu Umamah al-Bahili berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Lakukanlah Qiyamul Lail, karena itu kebiasaan orang saleh sebelum kalian, bentuk taqarub, penghapus dosa, dan penghalang berbuat salah.” (HR. At-Tirmidzi)

8. Jalan mendapat tempat yang terpuji

Allah berfirman,

“Dan pada sebagian malam bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’:79)

9. Pelepas ikatan setan

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra
bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setan akan mengikat kepala seseorang yang sedang tidur dengan ikatan, menyebabkan kamu tidur dengan cukup lama. Apabila seseorang itu bangkit seraya menyebut nama Allah, maka terlepaslah ikatan pertama, apabila ia berwudhu maka akan terbukalah ikatan kedua, apabila di shalat akan terbukalah ikatan semuanya. Dia juga akan merasa bersemangat dan ketenangan jiwa, jika tidak maka dia akan malas dan kekusutan jiwa.”

10. Waktu utama untuk berdoa

Amru Ibn ‘Abasah berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah! Malam apakah yang paling di dengar?”, Rasulullah Saw menjawab, “Tengah malam terakhir, maka shalat lah sebanyak yang engkau inginkan, sesungguhnya shalatwaktu tersebut adalah maktubah masyudah (waktu yang apabila bermunajat maka Allah menyaksikannya dan apabila berdoa maka didengar doanya)” (HR. Abu Daud)

11. Meraih kesehatan jasmani

“Hendaklah kalian bangun malam. Sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sbelum kalian. Wahana pendekatan diri pada Allah Swt, penghapus dosa, dan pengusir penyakit dari dalam tubuh.” (HR. At-Tarmidzi)

12. Penjaga kesehatan rohani

Allah SWT menegaskan bahwa orang yang shalat tahajud akan selalu mempunyai sifat rendah hati dan ramah. Ketenangan yang merupakan refleksi ketenangan jiwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Allah Berfirman, “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melewati malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (QS. Al-Furqan: 63-64)

Jumat, 20 September 2013

AQIDAH ISLAMIYAH DAN KEISTIMEWAANNYA

AQIDAH ISLAMIYAH DAN KEISTIMEWAANNYA

Definisi Aqidah Menurut Bahasa

Kata “aqidah” diambil dari kata al-‘aqdu, yakni ikatan dan tarikan yang kuat. Ia juga berarti pemantapan, penetapan, kait-mengait, tempel-menempel, dan penguatan.

Perjanjian dan penegasan sumpah juga disebut ‘aqdu. Jual-beli pun disebut ‘aqdu, karena ada keterikatan antara penjual dan pembeli dengan ‘aqdu (transaksi) yang mengikat. Termasuk juga sebutan ‘aqdu untuk kedua ujung baju, karena keduanya saling terikat. Juga termasuk sebutan ‘aqdu untuk ikatan kain sarung, karena diikat dengan mantap.

Definisi Aqidah Menurut Istilah Umum

Istilah “aqidah” di dalam istilah umum dipakai untuk menyebut keputusan pikiran yang mantap, benar maupun salah.

Jika keputusan pikiran yang mantap itu benar, maka itulah yang disebut aqidah yang benar, seperti keyakinan umat Islam tentang ke-Esa-an Allah. Dan jika salah, maka itulah yang disebut aqidah yang batil, seperti keyakinan umat Nashrani bahwa Allah adalah salah satu dari tiga oknum tuhan (trinitas).

Istilah “aqidah” juga digunakan untuk menyebut kepercayaan yang mantap dan keputusan tegas yang tidak bisa dihinggapi kebimbangan. Yaitu apa-apa yang dipercayai oleh seseorang, diikat kuat oleh sanubarinya, dan dijadikannya sebagai madzhab atau agama yang dianutnya, tanpa melihat benar atau tidaknya.

Aqidah Islam.

Yaitu, kepercayaan yang mantap kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, hari Akhir, qadar yang baik dan yang buruk, serta seluruh muatan Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah Ash-Shahihah berupa pokok-pokok agama, perintah-perintah dan berita-beritanya, serta apa saja yang disepakati oleh generasi Salafush Shalih (ijma’), dan kepasrahan total kepada Allah Ta’ala dalam hal keputusan hukum, perintah, takdir, maupun syara’, serta ketundukan kepada Rasulullah dengan cara mematuhinya, menerima keputusan hukumnya dan mengikutinya.

Topik-Topik Ilmu Aqidah.

Dengan pengertian menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah di atas, maka “aqidah” adalah sebutan bagi sebuah disiplin ilmu yang dipelajari dan meliputi aspek-aspek tauhid, iman, Islam, perkara-perkara ghaib, nubuwwat (kenabian), takdir, berita (kisah-kisah), pokok-pokok hukum yang qath’iy (pasti), dan masalah-masalah aqidah yang disepakati oleh generasi Salafush Shalih, wala’ (loyalitas) dan bara’ (berlepas diri), serta hal-hal yang wajib dilakukan terhadap para sahabat dan ummul mukminin (istri-istri Rasulullah).

Dan termasuk di dalamnya adalah penolakan terhadap orang-orang kafir, para Ahli bid’ah, orang-orang yang suka mengikuti hawa nafsu, dan seluruh agama, golongan, ataupun madzhab yang merusak, aliran yang sesat, serta sikap terhadap mereka, dan pokok-pokok bahasan aqidah lainnya.

Nama-Nama Ilmu Aqidah

Pertama: Nama-Nama Ilmu Aqidah Menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah

Ilmu aqidah menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah memiliki beberapa nama dan sebutan yang menunjukkan pengertian yang sama. Antara lain:

Aqidah, I’tiqad, dan Aqo’id.

Maka disebut Aqidah Salaf, Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah, dan Aqidah Ahli Hadis.

Kitab-kitab yang menyebutkan nama ini adalah :

Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunnah wal Jama’ah karya Al-Lalika’iy (wafat:418 H)

Aqidah As-Salaf Ashab Al-Hadits karya Ash-Shobuni (wafat:449 H)

Al-I’tiqad karya Al-Baihaqi (wafat:458 H).

Tauhid.

Kata “tauhid” adalah bentuk mashdar dari kata wahhada – yuwahhidu – tauhiid. Artinya: menjadikan sesuatu menjadi satu. Jadi “tauhid” menurut bahasa adalah memutuskan bahwa sesuatu itu satu. Menurut istilah, “tauhid” berarti meng-Esa-kan Allah dan menunggalkan-Nya sebagai satu-satunya Dzat pemilik rububiyah, uluhiyah, asma’, dan sifat.Ilmu Aqidah disebut Tauhid karena tauhid adalah pembahasan utamanya, sebagai bentuk generalisasi.

Kitab-kitab aqidah yang menyebut nama ini adalah kitab :

At-Tauhid min Shahih Al-Bukhari yang terdapat di dalam Al-Jami’ Ash-Shahih karya Imam Bukhari (wafat: 256 H)

I’tiqad At-Tauhid karya Abu Abdillah Muhammad Khafif (wafat: 371 H)

At-Tauhid wa Ma’rifat Asma’ Allah wa Shifatihi ‘Ala Al-Ittifaq wa At-Tafarrud karya Ibnu Mandah (wafat: 395 H)

At-Tauhid karya Imam Muhammad bin Abdul Wahhab (wafat: 1206 H).

At-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah.6

Sunnah.

Kata As-Sunnah di dalam bahasa Arab berarti cara dan jalan hidup.

Sedangkan di dalam pemahaman syara’, istilah As-Sunnah dipakai untuk menyebut beberapa pengertian menurut masing-masing penggunaannya. Ia dipakai untuk menyebut Hadis, mubah, dan sebagainya.

Alasan penyebutan Ilmu Aqidah dengan Sunnah adalah karena para penganutnya mengikuti Sunnah Nabi dan sahabat-sahabatnya. Kemudian sebutan itu menjadi syiar (simbol) bagi Ahli Sunnah. Sehingga dikatakan bahwa Sunnah adalah antonim (lawan kata) bid’ah. Juga dikatakan: Ahli Sunnah dan Syi’ah.

Demikianlah. Banyak ulama menulis kitab-kitab tentang Ilmu Aqidah dengan judul “Kitab As-Sunnah”. Di antaranya:

Kitab As-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hambal (wafat:241 H)

As-Sunnah karya Al-Atsram (wafat:273 H)

As-Sunnah karya Abu Daud (wafat:275 H)

As-Sunnah karya Abu Ashim (wafat:287 H)

As-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad bin Hambal (wafat:290 H)

As-Sunnah karya Al-Khallal (wafat:311 H)

As-Sunnah karya Al-Assal (wafat:349 H)

Syarh As-Sunnah karya Ibnu Abi Zamnin (wafat:399 H)

Syari’ah.

Syari’ah dan Syir’ah adalah agama yang ditetapkan dan diperintahkan oleh Allah, seperti puasa, shalat, haji, dan zakat. Kata syari’ah adalah turunan (musytaq) dari kata syir’ah yang berarti pantai (tepi laut). Allah Ta’ala berfirman, “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami berikan syir’ah dan minhaj.” (QS. Al-Maidah:48)

Di dalam tafsir ayat ini dikatakan: Syir’ah adalah agama, sedangkan minhaj adalah jalan.7 Jadi “syari’ah” adalah sunnah-sunnah petunjuk yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya . Dan yang paling besar adalah masalah-masalah aqidah dan keimanan.

Kata “syari’ah” –seperti halnya kata “sunnah”- digunakan untuk menyebut sejumlah makna:

Digunakan untuk menyebut apa yang diturunkan oleh Allah kepada para Nabi-Nya, baik yang bersifat ilmiah (kognitif) maupun amaliyah (aplikatif).

Digunakan untuk menyebut hukum-hukum yang diberikan oleh Allah kepada masing-masing Nabi agar diberlakukan secara khusus bagi masing-masing umatnya yang berbeda dengan dakwah Nabi lain, meliputi minhaj, rincian ibadah, dan muamalah. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa semua agama itu asalnya adalah satu, sedangkan syariatnya bermacam-macam.

Terkadang juga digunakan untuk menyebut pokok-pokok keyakinan, ketaatan, dan kebajikan yang ditetapkan oleh Allah bagi seluruh Rasul-Nya, yang tidak ada perbedaan antara Nabi yang satu dengan Nabi lainnya. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,

“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa-apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa.” (QS. Asy-Syuura:13)

Dan secara khusus digunakan untuk menyebut aqidah-aqidah yang diyakini oleh Ahli Sunnah sebagai bagian dari iman. Sehingga mereka menyebut pokok-pokok keyakinan mereka dengan istilah “syari’ah”.

Iman.

Istilah “iman” digunakan untuk menyebut Ilmu Aqidah dan meliputi seluruh masalah I’tiqadiyah. Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang kafir terhadap iman, maka terhapuslah (pahala) amalnya.” (QS. Al-Maidah:5) Kata “iman” di sini berarti tauhid.8

Kitab-kitab aqidah yang ditulis dengan judul “iman” adalah :

Al-Iman karya Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam

Al-Iman karya Ibnu Mandah.

Ushuluddin atau Ushuluddiyanah.

Ushuluddin (pokok-pokok agama) adalah rukun-rukun Islam, rukun-rukun iman, dan masalah-masalah I’tiqadiyah lainnya.

Kitab-kitab aqidah yang ditulis dengan nama ini adalah :

Al-Ibanah fi Ushulid Diyanah karya Imam Al-Asy’ari (wafat:324 H)

Ushulid Diin karya Al-Baghdadi (wafat:429 H).

Sebagian ulama mengingatkan bahwa nama ini tidak selayaknya digunakan. Karena pembagian agama menjadi ushul (pokok) dan furu’ (cabang) adalah sesuatu yang “muhdats” dan belum pernah ada pada masa Salaf. Menurut mereka, pembagian ini tidak memiliki batasan-batasan yang definitif dan bisa menimbulkan dampak negatif. Sebab, boleh jadi orang yang tidak mengerti Islam atau orang yang baru masuk Islam memiliki anggapan bahwa di dalam agama ini terdapat cabang-cabang yang bisa ditinggalkan. Atau, dikatakan bahwa di dalam agama ini ada inti dan ada kulit.

Dan sebagian ulama menyatakan, “Yang paling aman adalah dikatakan, aqidah dan syari’ah, masalah-masalah ilmiah (kognitif) dan masalah-masalah amaliyah (aplikatif), atau ilmiyat dan amaliyat.9

Kedua: Nama-Nama Ilmu Aqidah Menurut Selain Ahli Sunnah wal Jama’ah10:

Ilmu Aqidah juga memiliki sejumlah nama dan sebutan yang digunakan oleh kalangan di luar Ahli Sunnah wal Jama’ah. Antara lain:

Ilmu Kalam.

Sebutan ini dikenal di semua kalangan Ahli kalam, seperti Muktazilah, Asy’ariyah, dan sebagainya. Sebutan ini keliru, karena ilmu kalam bersumber pada akal manusia. Dan ia dibangun di atas filsafat Hindu dan Yunani. Sedangkan sumber tauhid adalah wahyu. Ilmu kalam adalah kebimbangan, kegoncangan, kebodohan dan keraguan. Karena itu ia dikecam oleh ulama Salaf. Sedangkan tauhid adalah ilmu, keyakinan, dan keimanan. Bisakah kedua hal tersebut disejajarkan? Apa lagi diberi nama seperti itu?!

Filsafat.

Istilah ini juga digunakan secara keliru untuk menyebut Ilmu Tauhid dan Aqidah. Penyebutan ini tidak bisa dibenarkan, karena filsafat bersumber pada halusinasi (asumsi yang tidak berdasar), kebatilan, tahayul, dan khurafat.

Tasawwuf.

Sebutan ini dikenal di kalangan sebagian Ahli tasawwuf, para filsuf, dan kaum orientalis. Sebutan ini adalah bid’ah, karena didasarkan pada kerancuan dan khurafat ahli tasawwuf dalam bidang aqidah.

Ilahiyat (Teologi).

Istilah ini dikenal di kalangan Ahli kalam, orientalis, dan filsuf. Sebagaimana juga disebut Ilmu Lahut. Di universitas-universitas Barat terdapat jurusan yang disebut dengan Jurusan Kajian Lahut.

Metafisika

Sebutan ini dikenal di kalangan filsuf, penulis Barat, dan sebagainya.

Setiap komunitas manusia meyakini ideologi tertentu yang mereka jalankan dan mereka sebut sebagai agama dan aqidah.

Sedangkan aqidah Islam –jika disebutkan secara mutlak- adalah aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah. Karena, Islam versi inilah yang diridhai oleh Allah untuk menjadi agama bagi hamba-hamba-Nya.

Aqidah apa pun yang bertentangan dengan aqidah Salaf tidak bisa dianggap sebagai bagian dari Islam, sekalipun dinisbatkan kepadanya. Ideologi-ideologi semacam itu harus dinisbatkan kepada pemiliknya, dan tidak ada kaitannya dengan Islam.

Sebagian peneliti menyebutnya sebagai ideologi Islam karena mengacu kepada letak geografis, histories, atau sekedar klaim afiliasi. Akan tetapi, ketika dilakukan penelitian yang mendalam, maka perlu menghadapkannya kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apa-apa yang sesuai dengan keduanya adalah kebenaran dan menjadi bagian dari agama Islam, sedangkan apa-apa yang bertentangan dengan keduanya harus dikembalikan dan dinisbatkan kepada pemiliknya.

Dialihbahasakan dari Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah – Mafhumuha – Khashaishuha – Khashaishu Ahliha karya Syaikh Muhammad Ibrahim al-Hamd dan ditaqdim oleh al-Allamah Ibnu Bazz rahimahullahu.

1 Lihat Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Ibnu Faris, 4/86-90, materi ‘aqada; Lisanul Arab; 3/296-300, dan Al-Qamus Al-Muhith, 383-384

2 Lihat Mabahits fi Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah, Syaikh DR. Nashir Al-Aql, hal. 9

3 Lihat Mabahits fi Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah, Syaikh DR. Nashir Al-Aql, hal. 9-10

4 Lihat Mabahits fi Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah, Syaikh DR. Nashir Al-Aql, hal. 9-10

5 Lihat Mabahits fi Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah, Syaikh DR. Nashir Al-Aql, hal. 9-10; Mafhum Ahli Sunnah wal Jama’ah Inda Ahli Sunnah wal Jama’ah, DR. Nashir Al-Aql; Muqaddimaat fi Al-I’tiqad, Syaikh DR. Nashir Al-Qifari, hal. 5-11; artikel milik Syaikh Utsman Jum’ah Dlumairiyah di Majalah Al-Bayan, no. 54, hal. 19, dan no. 55, hal. 18

6 Yang terakhir ini adalah tambahan dari Syaikh Abdul Aziz bin Baz

7 Lihat Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Ibnu Faris, 3/262-263, materi syara’a, Lisanul Arab, 8/176

8 Lihat Al-Wujuh wa An-Nadho’ir fi Al-Qur’an Al-Karim, DR. Sulaiman Al-Qar’awi, hal. 187

9 Lihat: Tabshir Ulil Albab bi Bid’ati Taqsim Ad-Diin ila Qisyr wa Lubab karya Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Ismail Al-Muqaddam

10 Lihat: Mabahits fi Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah, hal.11, dan Muqaddimat fi Al-I’tiqad, hal. 4-5

Kamis, 19 September 2013

Ilmu Tauhid

Ilmu tauhid adalah ilmu yang penting… sangat penting… malah yang terpenting! Gagal ilmu tauhid bererti gagallah yang lain-lain. Tapi dalam dunia hari ini, pelajaran ilmu tauhid semakin terpinggir. Sebahagian besar para pendakwah sendiri mengabaikan ilmu ini dengan hanya mengambil yang asas sahaja. Mereka rasakan ‘yang asas’ itu sudah mencukupi lalu mereka tumpukan usaha
mereka kepada gerak kerja dakwah. Apabila kita mendengar percakapan mereka ataupun kita membaca tulisan-tulisan mereka, barulah kita sedar yang mereka bermasalah dalam tauhid. Malangnya…. mereka sendiri tidak sedar yang tauhid mereka bermasalah. Kalau tauhid para pendakwah sendiri banyak yang bermasalah, kita yang orang awam ini bagaimana?

Tentulah lebih banyak masalahnya!

Sebab itulah para ulama terdahulu sangat menekankan ilmu tauhid.

PENGENALAN

Persoalan mentajdid diri, keluarga, masyarakat dan umat sering diutarakan dalam blog ini. Saranan-saranan baru, saranan-saranan pemulihan dan saranan-saranan ‘meningkatkan keberkesanan’ silih berganti menghiasi muka depan tetapi hal ehwal akidah  kurang disentuh. Sebahagian pelayar mungkin tertanya-tanya, mana tulisan tentang tauhid? Bukankah ia persoalan asas lagi utama?

Bukanlah niat kita untuk mengetepikan urusan teratas dalam agama ini tetapi ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang terpaksa kita teliti. Memang banyak individu dan perkumpulan yang mendakwa sedang berjuang hari ini sebenarnya masih kabur dalam persoalan akidah dan mereka tidak menyedarinya.

Sebahagiannya menyangkakan cukuplah ‘ilmu tauhid’ sebagaimana yang dihidangkan oleh orang atasan mereka. Sebahagiannya pula ‘tertolak’ beberapa sudut penting ilmu tauhid tanpa disedari kerana menyangkakan hal itu bukan sebahagian daripada ilmu tauhid ataupun kurang/ tidak penting. Sebahagiannya lagi tidak mahu ambil tahu pun, cukup sekadar dia tahu yang Tuhannya Allah dan dia menyembah Allah selama ini. Sangkaan-sangkaan sebegini sebenarnya SANGAT BERBAHAYA menurut pandangan orang-orang yang faham.

Sebab itulah asas ilmu tauhid mesti dibereskan terlebih dahulu bersesuaian dengan ungkapan “Awwaluddin maghrifatullah”- Awal agama ialah mengenal Allah. Kalau Tuhan tidak dikenal, kepada siapa kita berabdi selama ini? Ke mana hala perjuangan kita selama ini? Kita menyembah Allah ataupun kita tersembah ‘makhluk’ yang kita sangka Allah? Ataupun kita tersembah Allah yang kita sekutukan dengan makhluk? Bagaimana kita hendak tahu dengan pasti?

“Supaya janganlah kamu menyembah (berabdi kepada) selain Allah.”

(Hud: 2)

Berbicara lantang tentang hukum-hakam agama memang baik. Berjuang bersungguh-sungguh utuk mendapatkan daulah juga sangat baik. Demikianlah halnya dalam memperjuangkan idea-idea jemaah, ekonomi, tajdid fiqh, dakwah, hiburan Islam, kemajuan teknologi dan lain-lain. Tapi selama ini sedarkah kita setara mana KETAUHIDAN kita kepada Khaliq? Ada yang berpendapat cukuplah dengan ‘asas’. Apakah ‘asas’ yang kita faham itu benar-benar asas untuk lulus dengan baik dalam mentauhidkan Allah ataupun ia sekadar ‘asas kepada asas’?

Tulisan di bawah disampaikan dalam gaya bahasa yang paling mudah agar dapat difahami oleh ‘orang atasan’ mahupun ‘orang bawahan’, seolah-olah berbicara saja lagaknya. Hal ini dilakukan kerana kita tidak mahu ada yang tersalah faham. Sangat besar bahayanya jika berlaku sedemikian.

Satu perkara yang sangat penting untuk kita faham ialah…  contoh-contoh yang dibuat untuk menerangkan isi kandungan ilmu tauhid ini umumnya tidak ada yang tepat 100%. Hal ini berlaku kerana kita membicarakan  Allah iaitu Khalik sedangkan contoh-contohnya kita ambil daripada alam makhluk. Mana mungkin contoh-contoh daripada alam makhluk dapat menceritakan hal Khalik dengan tepat 100%!

“Dan tidak ada suatu apa pun yang setara dengan-Nya.”

(Al-Ikhlas : 4)

“Tiada suatu apapun yang standing dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

(Asy-Syura: 11)

Semoga penjelasan asas ini dapat membuka minda kita bersama.

PENGENALAN

Ilmu tauhid adalah ilmu yang penting… sangat penting… malah yang terpenting! Gagal ilmu tauhid bererti gagallah yang lain-lain. Tapi dalam dunia hari ini, pelajaran ilmu tauhid semakin terpinggir. Sebahagian besar para pendakwah sendiri mengabaikan ilmu ini dengan hanya mengambil yang asas sahaja. Mereka rasakan ‘yang asas’ itu sudah mencukupi lalu mereka tumpukan usaha mereka kepada gerak kerja dakwah. Apabila kita mendengar percakapan mereka ataupun kita membaca tulisan-tulisan mereka, barulah kita sedar yang mereka bermasalah dalam tauhid. Malangnya…. mereka sendiri tidak sedar yang tauhid mereka bermasalah. Kalau tauhid para pendakwah sendiri banyak yang bermasalah, kita yang orang awam ini bagaimana?

Tentulah lebih banyak masalahnya!

Sebab itulah para ulama terdahulu sangat menekankan ilmu tauhid. Kata mereka, “Awaluddin maghrifatullah”- Awal agama ialah mengenal Allah. Permulaan agama ialah dengan mengenal Allah.

Ilmu-ilmu yang utama dalam agama Islam ini ada tiga iaitu ilmu tauhid, ilmu fiqh dan ilmu tasauf. Ringkasnya tauhid-fiqh-tasauf. Setiap satunya ada beberapa nama lain. Contohnya, ada orang sebut ilmu kalam, ilmu syariat dan ilmu akhlak. Banyak nama tapi sebenarnya menceritakan benda yang sama. Jadi, tak perlulah kita berbahas tentang nama ataupun istilah, nanti akan membuang masa.

Ketiga-tiga ilmu ini tidak boleh dipisahkan. Semua orang mesti berusaha untuk belajar dan memahami ketiga-tiganya setakat yang termampu. Kita tidak boleh ‘ambil dua tolak satu’. Kita juga tentulah lebih tidak boleh ‘ambil satu tolak dua’. Ketiga-tiganya umpama batu tungku yang digunakan untuk melapik kawah.

Bolehkah kawah diletakkan di atas dua tungku sahaja? Jawapannya ‘tidak boleh’, ataupun lebih tepat lagi ‘hampir-hampir mustahil” boleh.

Kalau satu tungku? Lagilah tak boleh! Akan terbaliklah kawah.

Samalah tamsilannya dalam hal menembak musuh. Untuk menembak musuh dengan senapang, mestilah ada tiga perkara utama iaitu tukang tembak (manusia), senapang dan peluru. Seandainya tidak ada salah satu perkara di atas, perlakuan ‘menembak musuh’ tidak akan berlaku.

Ada manusia ada senapang tapi tak ada peluru. Boleh tembak? Tak boleh.

Ada manusia ada peluru, tak ada senapang. Boleh tembak? Tak boleh juga.

Ada senapang ada peluru tapi tak ada manusia. Boleh tembak? Tak boleh juga.

Ketiga-tiganya mesti ada untuk membolehkan perlakuan ‘menembak musuh’ berlaku.

Tapi orang sekarang ni pandai. Dia kata ‘ada peluru ada senapang tapi tak ada manusia” boleh tembak. Macam mana? Kita programkan senapang tu guna komputer. Apabila komputer berjaya mengesan penceroboh, secara automatik senapang akan mencari sasaran dan melepaskan peluru!

Memang betul, tapi kita kena tanya balik- yang programkan komputer tu siapa dia? Bukankah manusia juga?

Jadi, tetap mesti kena ada ketiga-tiganya baru senapang tadi boleh menembak.

Kita bagi contoh lagi, supaya faham betul-betul.

Untuk suap makanan ke mulut, kena ada sekurang-kurangnya tiga perkara utama. Satu- makanan. Dua- tangan. Tiga- mulut.

Katakanlah ada makanan ada tangan, tapi tak ada mulut. Macam mana? Ke mana makanan nak dihalakan? Kalau makanan itu dihalakan ke ketiak, ia tidak dinamakan suap. Kalau makanan itu dihalakan ke pusat, ia juga tidak dinamakan suap. Kalau makanan itu disumbatkan ke telinga, adakah kita sebut ‘suap”? Tidak kan?. Ia dinamakan ‘suap’ apabila makanan tadi dihalakan ke mulut. Selain itu tidaklah dinamakan ‘suap’. OK?

Baik. Ada makanan ada mulut tapi tak ada tangan. Jadi tak ‘suap’? Tidak.

Ada tangan ada mulut… tak ada makanan. ‘Suap’ ke tu? Tak jugak.

Kesimpulannya, untuk ‘suap’… mesti ada ketiga-tiganya sekali iaitu makanan, tangan dan mulut.

Tauhid ialah tahu, kenal dan faham Tuhan. Fiqh ialah cara-cara berabdi ataupun beribadah kepada Tuhan. Tasauf pula ialah pemurnian kepada tauhid dan fiqh tadi, untuk mencantikkan lagi tauhid dan fiqh.

Contoh- orang hendak menjala ikan.

Sebelum kita pergi menjala ikan kita kenalah tahu, kenal dan faham yang mana jala dan yang mana tempat ada ikan. Jangan pula nanti kita bawa cangkul ataupun joran ataupun senapang untuk menjala ikan. Ataupun kita pergi menjala di kolam renang, kolah bilik air, kubang kerbau dan sebagainya. Untuk itu kita kena belajar yang mana jala dan tempat mana ada ikan yang boleh dijala. Inilah tauhid ataupun usuluddin. Disebut juga ilmu usul dalam agama.

Setelah kita tahu apa itu jala dan di mana ada ikan, kenalah ada CARA-CARA menangkap ikan menggunakan jala. Cara-cara inilah yang kita katakan fiqh ataupun syariat. Kita belajar pula cara menjala.

Ada orang lempar jala yang kembangnya berbentuk bujur. Ada yang tak terkembang. Ada yang bentuk huruf lapan. Ada yang bulat cantik kembangnya. Dengan itu kenalah belajar pula pemurnian untuk mencantikan lagi kembang jala itu. Ini dinamakan tasauf.

Apabila ketiga-tiga ilmu ini dipelajari dan dikuasai, barulah boleh mendapat ikan, barulah mudah mendapat ikan.



MAKSUD ILMU TAUHID

Kita masuk kepada definisi ataupun takrif ilmu tauhid.

Apakah ilmu tauhid? Baaanyak takrif yang dibuat oleh para ulama. Ada yang sebut Ilmu Kalam, ada yang sebut Ilmu Usuluddin, ada yang sebut Ilmu Aqa’idul Iman dan sebagainya. Masalahnya… yang mana satu yang lebih mudah untuk difaham oleh orang awam macam kita. Jadi saya rumuskan satu takrif yang saya rasa paling mudah difaham oleh kita iaitu… ilmu tauhid ialah ilmu untuk tahu, ilmu untuk kenal dan ilmu untuk faham Tuhan.

“Permudahkanlah, jangan menyulitkan.”

Apakah ilmu tauhid?

Ilmu untuk tahu, kenal dan faham Tuhan. Itulah ilmu tauhid.

Mengapa kita mesti belajar ilmu tauhid?

Supaya kita dapat tahu, faham dan kenal Tuhan.

Apa tujuan belajar ilmu tauhid?

Tujuannya untuk kita tahu Tuhan, kenal Tuhan, faham Tuhan.

Apa akan jadi kalau kita tidak belajar ilmu tauhid?

Kemungkinan besar kita tidak tahu Tuhan, tidak kenal Tuhan dan tidak faham Tuhan.

Apa risikonya jika kita tidak tahu, tidak kenal dan tidak faham Tuhan?

Risikonya- kemungkinan besar segala amal ibadah kita tidak diterima oleh Tuhan. Hal ini terjadi kerana kita tersalah sembah! Salah sembah, sia-sialah amal ibadah kita.

“Berapa banyak orang yang berdiri (mengerjakan solat sedangkan) daripada solat itu (mereka mendapat) hanya penat dan lelah.”

(An-Nasa’i & Ahmad)

“Berapa banyak orang yang berpuasa (sedangkan) daripada puasanya itu (mereka mendapat) hanya lapar dan dahaga.”

(An-Nasa’i & Ibnu Majah)



 BEZA ANTARA TAHU, KENAL DAN FAHAM

Apa beza antara ‘tahu Tuhan’, ‘kenal Tuhan’ dan ‘faham Tuhan’?

Mula-mula kita kena faham maksud tahu, kenal dan faham dulu. Ketiga-tiganya berbeza. Kenal lebih tinggi daripada tahu, dan faham adalah lebih tinggi daripada kenal. Yang paling atas ialah faham, kemudian kenal dan kemudian barulah tahu.

Biasanya disebut ilmu yaqin, ainul yaqin dan haqqul yaqin. Ada juga yang menambah kepada satu tingkat lagi iaitu kamal yaqin.

Contoh.

Seorang pelancong dari Barat yang datang ke Malaysia diberitahu tentang sambal tumis ikan bilis. Sebelum ini dia tidak pernah dengar pun masakan bernama ‘sambal tumis ikan bilis’. Ketika diberitahu, itulah kali pertama dia TAHU adanya masakan yang disebut ‘sambal tumis ikan bilis’.

Ilmu peringkat ini dinamakan ilmu peringkat TAHU ataupun ILMU YAQIN - tahu cerita tetapi tidak pernah melihat dan belum pernah merasa.

Kemudian si pelancong diajak makan tengah hari mengikut hidangan orang-orang Melayu. Dalam hidangan itu ada sambal tumis ikan bilis. Orang tempatan menunjukkan kepadanya, “This is sambal tumis ikan bilis”. Itulah kali pertama si pelancong melihat sambal tumis ikan bilis. Dilihatnya sebagai sejenis masakan lauk berkuah, berwarna merah dan ada ikan-ikan kecil di dalamnya.

Ilmu peringkat ini dinamakan ilmu peringkat KENAL ataupun AINUL YAQIN- tahu cerita dan sudah melihat tetapi belum merasa.

Seterusnya si pelancong dipersilakan menjamah hidangan bersama sambal tumis ikan bilis. Barulah dirasanya pedas, manis, masin, lemak, masam dan lain-lain adunan rasa sambal tumis petai itu. Itulah sambal tumis sebenar.

Ketika ini ilmunya berada di peringkat FAHAM ataupun disebut HAQQUL YAQIN- sudah tahu cerita, sudah disaksikan dan sudah dirasa/ dialami.

Contoh kedua…

Datang beberapa orang beritahu kepada kita ada pokok tumbang merentang jalan raya. Kita hanya tahu ada pokok tumbang daripada cerita mereka dan kita belum melihat pokok tumbang itu. Ilmu peringkat ini adalah ilmu peringkat TAHU ataupun ILMU YAQIN sahaja.

Kemudian kita pergi melihat pokok yang tumbang itu. Memang betullah ada sebatang pokok besar tumbang merentang jalan raya, kita lihat dengan mata sendiri. Ilmu peringkat ini adalah ilmu peringkat KENAL ataupun AINUL YAQIN sahaja, sudah melihat tapi belum tahu hal ehwal ketumbangan pokok itu.

Kemudian kita menyelidik perihal pokok tumbang itu hingga kita faham bagaimana ia boleh tumbang, bila ia tumbang, apa yang menyebabkannya tumbang, apa akibat daripada tumbangnya itu, benarkah ia tumbang dan lain-lain. Ketika ini ilmu kita adalah di peringkat FAHAM ataupun HAQQUL YAQIN.

Contoh ketiga…

Para sahabat berdakwah hingga ke negara China. Mereka perkenalkan Tuhan kepada orang-orang China- “Tuhan kita ada satu sahaja iaitu Allah”. Ada orang-orang China yang percaya. Ketika ini iman mereka adalah di peringkat TAHU ataupun ILMU YAQIN sahaja. Mereka baru tahu Siapa yang sepatutnya disembah tetapi belum tahu bagaimana keadaan Yang Disembah itu.

Orang yang belajar ilmu Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Rubbubiyyah sahaja biasanya sampai ke peringkat ini.

Kemudian orang-orang China tadi belajar hingga mereka tahu keadaan Yang Disembah itu. Mereka tahu Allah itu sedia ada sejak awal, tidak boleh mati, tidak terpengaruh dengan warna, ruang, arah, bentuk dan tempat, menguasai segala-galanya, tidak sama dengan makhluk, menciptakan syurga dan neraka, mencipta semua makhluk, memberi wahyu dan sebagainya. Mereka juga tahu sifat-sifat yang mustahil bagi Allah. Iman peringkat ini adalah iman peringkat KENAL ataupun AINUL YAQIN. Melalui kajian ataupun pembelajaran mereka, mereka sudah menyaksikan bukti-bukti tentang Yang Disembah itu tetapi belum ‘MENYAKSIKAN’ Yang Disembah itu sendiri. Peringkat ini dinamakan FAHAM ataupun HAQQUL YAQIN.

(* Perkataan ‘MENYAKSIKAN’ Yang Disembah dalam ayat tadi adalah istilah sufi yang tidak dapat dihurai dengan perkataan. Ia tidaklah sama dengan perkataan  ‘menyaksikan’ sebagaimana yang biasa kita guna. Harap maklum)

Orang yang belajar Tauhid Sifat 20 biasanya sampai ke peringkat ini.

Peringkat seterusnya, mereka yang dikurniakan kebolehan oleh Allah dapat pula ‘MENYAKSIKAN’ Allah, ataupun ‘MEMANDANG WAJAH ALLAH’ ataupun ‘MERASAI SENDIRI’ Allah. Inilah yang dikatakan beriman kepada Allah hingga ke tahap Haqqul Yaqin.

(* Perkataan-perkataan berhuruf besar adalah istilah sufi yang tidak dapat dihurai dengan perkataan melainkan pemahaman. Maksud perkataan-perkataan itu tidaklah sama dengan maksud perkataan-perkataan yang biasa kita gunakan)

Orang yang belajar ilmu tasauf atau ilmu hakikat BOLEH mencapai peringkat ini.

Sebab itu ada ungkapan berbunyi:

Ahli fiqh menemui Allah dengan jalan mengkaji dalil-dalil al-Quran.

Ahli ilmu kalam menemui Allah dengan jalan berfikir

Dan ahli tasauf menemui Allah dengan jalan ‘MERASA SENDIRI’.

Manakah yang terbaik?

Yang terbaik ialah yang mengambil ketiga-tiga jalan dan menguasai ketiga-tiganya.

Jadi, dengan penerangan ringkas lagi dhaif itu tadi, diharap dapatlah memahamkan para pembaca akan perbezaan antara tahu, kenal dan faham. Seterusnya dapat pula memahamkan pembaca akan perbezaan antara ilmu yaqin, ainul yaqin dan haqqul yaqin.

BAHAYA JIKA TIDAK MENGENAL ALLAH

Penduduk sebuah kampung hendak mengadakan kenduri. Mereka bercadang untuk menyembelih empat ekor kerbau. Masalahnya, kerbau-kerbau itu dilepaskan hidup secara liar di dalam hutan. Beratus ekor tinggal di hutan itu. Pendek kata, masuk-masuk hutan saja akan terus terjumpa kerbau. Mereka bersepakat mengerahkan empat orang pemuda yang diajar menggunakan senapang berpeluru pelali untuk mendapatkan kerbau-kerbau itu. Keempat-empat pemuda ini dberi masa dua puluh empat jam sahaja. Siapa yang paling awal berjaya melalikan kerbau, akan dapat hadiah istimewa.

Pemuda A mengambil senapang lalu terus pergi entah ke mana dalam keadaan dia tidak tahupun binatang apa yang penduduk kampung mahu, di mana lokasinya dan  bagaimana sifat-sifatnya serta apa sifat-sifat yang mustahil bagi seekor kerbau. Dapatkah dia membawa pulang kerbau yang dimaksudkan? 99.99% pasti dia tidak akan dapat kerbau kerana dia tidak tahu pun binatang apa yang dimaksudkan oleh penduduk kampung. Setelah sehari semalam berjalan baru dia terperasan, “Eh, orang kampung suruh aku tembak binatang apa ya?”

Rakannya Pemuda B tahu penduduk kampung mahukan seekor binatang bernama kerbau dan dia tahu binatang itu tinggal liar di dalam hutan. Masalahnya, dia tidak pernah melihat, tidak pernah tahu dan tidak pernah belajar bagaimana rupa dan sifat-sifat kerbau. Yang dia tahu, ada binatang bernama kerbau dan binatang itu tinggal di dalam hutan. Itu saja. Ada kemungkinan tak dia akan dapat menembak kerbau? Besar kemungkinan tidak kerana dia tidak pernah tahu kerbau itu bagaimana. Boleh jadi dia akan menembak ayam hutan, ular sawa, rusa, monyet , babi dan sebagainya yang disangkakannya kerbau.

Ini ilmu peringkat TAHU.

Pemuda C pula, walaupun tidak pernah melihat kerbau tetapi ada belajar tentang sifat-sifat kerbau. Diketahuinya kerbau itu berkaki empat, bersuara menguak, mendengar dan bertelinga, bertanduk, biasanya berwarna kelabu, suka berkubang, badannya besar, bentuknya macam lembu, melihat dan matanya besar, ada ekor dan sebagainya. Sifat-sifat mustahil bagi kerbau pun diketahuinya iaitu mustahil rupa kerbau itu seperti kucing, mustahil bersuara seperti manusia, mustahil boleh terbang, mustahil boleh memanjat pokok, mustahil berdiri di atas satu kaki dan sebagainya. Bagaimana? Ada kemungkinan tak Pemuda C akan memperolehi seekor kerbau? Ya, tentu. Kemungkinan besar dia akan menembak kerbau dan bukannya binatang-binatang lain.

Ini ilmu peringkat KENAL.

Pemuda D pula sudah ‘menyaksikan’ kerbau sedari kecil. Dia sendiri membela beberapa ekor kerbau di rumahnya. Setiap hari dia ‘berinteraksi’ dengan kerbau-kerbaunya. Dimandikannya, diberus badan, ditunggangnya di sawah, diubatnya jika ada penyakit ataupun tercedera, dipeluk dan sebagainya. Ariflah dia akan hal ehwal hamba Allah yang bernama kerbau itu. Bagaimana? Ada kemungkinankah dia mendapat seekor kerbau di hutan itu? Pasti! Pasti jika tiada apa-apa aral lain yang melintang. Betul?

Ini ilmu peringkat FAHAM ataupun MENYAKSIKAN.

Ringkasnya:

Pemuda A pasti tidak dapat kerbau.

Pemuda B kemungkinan besar tidak dapat kerbau.

Pemuda C kemungkinan besar dapat kerbau.

Pemuda D pasti dapat kerbau.

Contoh ini kita hendak gunakan untuk memahami betapa pentingnya tahu Allah, kenal Allah dan faham Allah.

Pemuda Alif tidak tahu  apa itu ‘Tuhan’, tidak tahupun Tuhan itu memang wujud. Adakah dia menyembah Tuhan selama hari ini? Pasti dia tidak menyembah Tuhan bahkan tidak menyembah apa-apa, sebab dia tidak tahupun yang Tuhan itu memang wujud. Sampai bila-bila pun dia tidak akan mendapat Allah. Samalah seperti Pemuda A tadi. Sampai bila-bila pun dia tidak akan mendapat kerbau kecualilah dia belajar tentang kerbau ataupun menyaksikan sendiri rupa kerbau.

Inilah risiko yang dihadapi oleh mereka yang tidak pernah ambil tahu tentang Tuhan, tidak pernah belajar agama kerana mereka tidak pernah TAHU, KENAL dan FAHAM Tuhan.

Pemuda Ba pula tahu Tuhan itu ada dan nama bagi Tuhan ialah Allah. Itu saja yang diketahuinya. Dia tidak tahupun sifat-sifat Tuhan ada tidak tahu juga sifat-sifat yang mustahil bagi Tuhan. Adakah B menyembah Allah selama hari ini? Belum tentu! Ada kemungkinan dia tersembah selain daripada Allah yang disangkakannya sebagai Tuhan. Samalah nasibnya macam Pemuda B tadi yang mngkin tertembak ayam hutan, ular sawa, rusa, monyet , babi dan sebagainya yang disangkakannya kerbau. Hal inilah yang kita takut!

Inilah risiko yang dihadapi oleh mereka yang belajar setakat Tauhid Rubbubiyyah dan Tauhid Uluhiyyah sahaja. Mereka hanya tahu ‘Tuhan itu ada” dan ‘Tuhan yang sebenar ialah Allah”. Itu saja. Mereka tidak tahu apa sifat-sifat Tuhan dan apa sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, ringkasnya mereka tidak belajar Sifat 20 ataupun ilmu yang setara dengannya. Ada kemungkinan mereka akan tersembah selain Allah, sama ada tersembah makhluk ataupun tersembah Allah yang bercampur dengan makhluk.

Ringkasnya, boleh jadi mereka tidak mengEsakan Allah yang menjadikan tauhid mereka rosak. Ini kerana mereka TIDAK KENAL dan TIDAK FAHAM Tuhan, hanya setakat TAHU Tuhan sahaja.

Pemuda Ta tahu Tuhan itu ada dan nama bagi Tuhan ialah Allah, sama seperti Pemuda Ba. Selain itu dia juga pernah belajar dan faham Allah itu bagaimana. Diketahuinya apa sifat-sifat bagi Allah dan apa sifat-sifat yang msutahil bagi Allah. Ringkasnya, dia belajar dan khatam ilmu Sifat 20 ataupun yang setara dengannya. Adakah dia menyembah Allah selama hari ini? Ya, kemungkinan besar dia menyembah Allah, iaitu Tuhan yang sebenar. Sangat kecil risikonya untuk dia tersembah selain daripada Allah. Samalah seperti Pemuda C tadi. Hampir-hampir mustahil Pemuda C akan tertembak selain daripada kerbau. Hampir-hampir mustahil juga Pemuda Ta akan tersembah selain daripada Allah, sama ada tersembah makhluk ataupun tersembah Allah yang bersekutu dengan makhluk.

Orang jenis ini ialah mereka yang sudah menguasai ilmu Sifat 20 ataupun yang setara dengannya. Ringkasnya, tauhid orang yang menguasai Sifat 20 adalah lebih selamat daripada tauhid mereka yang belajar Tauhid Uluhiyyah sahaja. Ini kerana mereka sudah TAHU dan KENAL Tuhan,  c uma belum MENYAKSIKAN-NYA (FAHAM) saja lagi.

Pemuda Tha seorang yang ‘ahli’ dalam tasauf dan Ilmu Hakikat. Dia ‘menyaksikan’ sendiri Allah. Adakah dia menyembah Allah selama hari ini? Pasti! Ada kemungkinankah dia tersembah selain daripada Allah? Mustahil! Samalah seperti mustahilnya Pemuda D tersalah tembak selain daripada kerbau. Setiap hari dia bergelumang dengan kerbau, mustahil dia akan sengaja menembak tupai, beruang, kumbang, kala jengking, landak dan sebagainya yang disangkakannya kerbau.

Orang jenis ini ialah mereka yang sudah menguasai Ilmu Hakikat (kita tidak maksudkan ilmu hakikat yang sesat). Mereka TAHU, KENAL dan FAHAM (menyaksikan) Tuhan. Ini peringkat paling selamat.

Kita beri contoh lagi supaya betul-betul faham.

Empat pemuda Orang Asli hendak pergi berburu ke sebuah lembah. Tok Batin maklumkan kepada mereka bahawa di lembah itu ada tuhan mereka iaitu sebatang pokok cengal daripada sepuluh batang pokok cengal. Pokok cengal yang menjadi tuhan mereka itu ialah pokok cengal yang paling tua sekali. Sesiapa yang pergi ke sana mestilah menyembah dan sujud sebanyak tujuh kali kepada tuhan mereka itu.

Pemuda pertama datang lewat dan tidak sempat mendengar penerangan Tok Batin. Apabila dia tiba di lembah itu, adakah dia akan menyembah apa-apa? Tentu tidak sebab dia tidak tahupun di lembah itu ada tuhan mereka dan tuhan mereka itu ialah pokok cengal yang paling tua. Pemuda ini TIDAK TAHU, TIDAK KENAL dan TIDAK FAHAM,.

Pemuda kedua tahu di lembah itu ada tuhan mereka dan tuhan mereka itu ialah pokok cengal yang paling tua. Malangnya dia tidak tahu yang mana satu pokok cengal, apakah sifat-sifat pokok cengal dan apakah sifat-sifat yang mustahil bagi pokok cengal. Apabila dia tiba di lembah itu, pastikah dia bersujud kepada tuhan mereka iaitu pokok cengal yang paling tua? Besar kemungkinannya dia akan bersujud kepada selain pokok cengal. Jika dia bersujud kepada pokok cengal pun, kemungkinan besar dia sujud kepada pokok cengal yang bukan tuhan mereka.

Pemuda ini sekadar tahu tuhan mereka ada dan tuhan mereka ialah pokok cengal yang tertua di lembah itu. Samalah dengan orang yang belajar Tauhid Uluhiyyah- dia tahu Tuhan itu ada dan Tuhan yang sebenar ialah Tuhan yang Ilah iaitu Allah. Ini ilmu peringkat TAHU.

Pemuda ketiga tidak pernah melihat pokok cengal, namun begitu dia pernah belajar sifat-sifat pokok cengal dan sifat-sifat yang mustahil bagi pokok cengal. Oleh kerana dia tahu sifat-sifat pokok cengal, tahulah dia bagaimana keadaan pokok yang lebih muda dan keadaan pokok yang lebih tua. Sampai di lembah itu, berjayakah dia bersujud kepada tuhan mereka iaitu pokok cengal yang paling tua? Kemungkinan besar dia akan berjaya.

Pemuda ini tahu membezakan anatar tuhan yang sebenar dengan yang lain. Samalah dengan orang yang belajar dan menguasai Sidat 20 ataupun ilmu yang setara dengannya. Ini ilmu peringkat KENAL.

Pemuda keempat pula sudah menyaksikan sendiri pokok cengal tertua yang menjadi tuhan mereka itu. Setiap hari dia melalui lembah itu untuk mencari madu dan petai. Dapatkah dia bersujud kepada tuhan mereka? Sudah tentu! Adakah dia akan tersilap sembah dengan bersujud kepada pokok-pokok lain? Mustahil. Ini ilmu peringkat FAHAM atau MENYAKSIKAN. 

Rabu, 18 September 2013

Amalan Baik Yang Pahalanya Bisa Berlipat Ganda

Setiap orang muslim diantara kita tentu menginginkan berumur panjang supaya bertambah kebaikannya. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala beliau ditanya:  Siapakah orang yang paling baik itu? Beliau menjawab:
“Yaitu orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
Kehidupan di dunia ini merupakan tempat untuk menambah dan memperbanyak amalan-amalan yang baik agar manusia senang setelah kematian serta rela dengan apa yang ia kerjakan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberitahukan bahwa umur umatnya ini antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, mereka tidak seperti umur-umur umat sebelumnya. Akan tetapi Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menunjukkan mereka kepada perbuatan maupun ucapan yang dapat mengumpulkan pahala yang banyak dengan amalan yang sedikit lagi mudah, yang dapat menggantikan manusia dari tahun-tahun yang berlalu kalau dibandingkan dengan umat-umat sebelumnya. Dan inilah yang dinamakan dengan “Al-A’maal Al-Mudha’afah” (amalan-amalan yang pahalanya berlipat ganda) yang tidak semua orang mengetahuinya.
Oleh karena itu saya hendak menyebutkan sebagian besar dari padanya pada tulisan yang singkat ini. Dengan harapan agar setiap orang diantara kita menambah umurnya (dengan amalan) yang produktif dalam kehidupan dunia ini. Agar tergolong dari orang-orang yang mengerti (untuk mengambil) selanya. (Kata pepatah): “Darimanakah bahu itu di makan”. Maka mereka memilih dari amalan-amalan tersebut mana yang paling ringan (dikerjakan) oleh jiwa dan paling besar pahalanya. Orang seperti ini bagaikan orang yang mengumpulkan permata-permata yang berharga dari dasar laut sementara manusia yang lain (hanya) mendapatkan ombaknya saja.
Berikut ini akan kami sebutkan amalan-amalan maupun ucapan-ucapan secara berurutan dan singkat, dengan disertai dalil dari setiap ucapan atau amalan yaitu dalil-dalil dari Kitabullah atau dari hadits-hadits yang shahih dan hasan. Allah-lah Yang Maha Pemberi taufiq untuk setiap kebaikan.
1. Silaturrahim
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya, dipanjangkan umurnya, maka hendaknya menyambung (tali) silaturrahimnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Berakhlaq yang mulia
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Silaturrahim, berbudi mulia dan ramah pada tetangga (dapat) mendirikan kabilah dan menambah umur.” (HR. Ahmad dan Baihaqi).
3. Memperbanyak shalat di Haramain Syarifain
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik dari seribu (shalat) daripada yang lain kecuali Masjidil Haram, dan shalat di Masjid haram itu lebih baik dari seratus ribu (shalat) daripada yang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
4. Shalat berjama’ah bersama imam
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Shalat berjama’ah itu lebih baik daripada shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajat.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Adapun perempuan shalat di rumah, dan hal itu lebih baik daripada mereka shalat di masjid, walaupun di Masjid nabawi. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ummu Humaid-salah satu dari shahabiyat- yang artinya:
“Aku tahu bahwa kamu senang shalat bersamaku, tapi shalatmu di rumahmu itu lebih baik bagimu daripada shalatmu di kamarmu. Dan shalatmu di kamarmu itu lebih baik bagimu daripada shalatmu di tempat tinggalmu. Dan shalatmu di tempat tinggalmu lebih baik bagimu daripada shalatmu di Masjidku.” (HR. Ahmad).
Lalu setelah ini beliau Radhiyallahu ‘anha shalat di penghujung rumahnya di tempat yang gelap sampai beliau menemui ajalnya.
5. Melaksanakan shalat nafilah (sunnah) di rumah
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Keutamaan shalat seorang laki-laki di rumahnya dengan shalat yang dilihat oleh orang banyak seperti halnya keutamaan shalat fardhu atas shalat sunnah.” (HR. Baihaqi dan dishahihkan olah Albani).
Bukti yang menguatkan hal itu juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam shahih:
“Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari dan Muslim).
6. Berhias dengan beberapa adab pada hari Jum’at
Yaitu yang terdapat pada sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang mandi (janabat) pada hari Jum’at kemudian berangkat di awal waktu, mendapatkan khutbah pertama, berjalan kaki tidak naik kendaraan, mendekat dari imam, mendengarkan khutbah dan tidak berbicara maka baginya setiap langkahnya adalah (bagaikan) amalan setahun dari pahala puasa dan shalat (taraweh)nya.” (HR. Ahlus Sunan).
Arti: “Ghassala” adalah membasuh kepalanya, dan ada yang mengartikan: “Menggaulinya isterinya agar matanya tidak melihat yang haram pada hari itu. Sedang arti: “Bakkara” adalah berangkat (ke masjid) di awal waktu. Dan “Ibtikara” adalah mendapatkan khutbah pertama.
7. Shalat Dhuha
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Bila masuk waktu pagi maka setiap jari-jari tangan kamu ada kewajiban shadaqah, lalu setiap (bacaan) tasbih adalah shadaqah, tahmid adalah shadaqah, tahlil adalah shadaqah, takbir adalah shadaqah, amar ma’ruf adalah shadaqah, nahi mungkar adalah shadaqah, dan cukup dari itu semuanya dengan shalat dua raka’at waktu Dhuha.” (HR. Muslim).
Makna: “Sulamaa” adalah lipatan-lipatan organ tubuh seseorang yang berjumlah 360 lipatan/engsel. Dan sebaik-baik waktu shalat Dhuha itu tatkala matahari sangat panas, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Shalat orang-orang yang bertaubat itu ketika anak unta itu terasa sangat panas.” HR. Muslim).
Maksudnya: tatkala anak unta itu berdiri dari tempatnya karena terik matahari yang sangat panas.
8. Menghajikan orang lain atas biayanya setiap setahun
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Kerjakanlah haji dan umrah itu berturut-turut, karena sesungguhnya ia (dapat) menghilangkan kefaqiran dan dosa seperti ubupan (alat peniup api) tukang besi yang menghilangkan karat besi, emas dan perak.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani).
Dan kadang-kadang seseorang tidak bisa melakukan haji setiap tahun, oleh karena itu hendaknya ia menghajikan orang –atas biayanya- yang mampu badannya (dalam mengadakan perjalanan ke Baitullah).
9. Shalat setelah terbitnya matahari
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa shalat subuh dengan berjama’ah kemudian ia duduk sambil berdzikir kepada Allah sampai terbitnya matahari lalu shalat dua raka’at maka baginya seperti ibadah haji dan umrah yang sempurna, yang sempurna, yang sempurna.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani).
10. Menghadiri halaqah-halaqah ilmu di masjid
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa yang berangkat ke masjid dia tidak menginginkan kecuali untuk belajar sesuatu kebaikan atau mengajarinya maka baginya adalah seperti pahala orang yang beribadah haji dengan sempurna.” (HR. Ath-Thabrani dan dishahihkan oleh Albani).
11. Melaksanakan umrah pada Bulan Ramadhan
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Umrah di Bulan Ramadhan sama dengan haji bersamaku.” (HR. Bukhari).
12. Melaksanakan shalat lima waktu di masjid
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk shalat fardhu maka pahalanya seperti haji.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan olah Albani).
Dan yang lebih utama agar keluar dari rumahnya sudah dalam keadaan suci, bukan bersuci di toilet masjid kecuali dalam keadaan terpaksa dan darurat.
13. Hendaknya berada di shaf yang pertama
Berdasarkan ucapan “irbadh bin sariyah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang yang berada di shaf yang pertama tiga kali, dan shaf yang kedua satu kali. (HR. an-Nasai dan Ibnu Majah).
Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga yang artinya:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya membacakan shalawat kepada orang-orang yang ada di shaf pertama.” (HR. Ahmad dengan sanad yang baik).
14. Shalat di Masjid Quba
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian ia datang ke Masjid Quba lalu shalat di dalamnya maka baginya seperti pahala umrah.” (HR. an-Nasai dan Ibnu Majah).
15. Menjadi Tukang Adzan
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Tukang adzan itu akan diampuni (dosanya) sepanjang suaranya (terdengar), dan dibenarkan oleh orang yang mendengarkannya baik basah maupun kering dan juga baginya pahala orang yang shalat bersamanya.” (HR. Ahmad dan an-Nasai).
Apabila anda tidak dapat menjadi tukang adzan itu maka paling tidak anda harus mendapatkan pahala yang setimpal dengannya, yaitu:
16. Untuk mengucapkan seperti yang dikatakan oleh tukang adzan itu
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Katakanlah seperti yang dikatakan oleh muadzin, bila kamu sudah selesai maka mohonlah (kepada Allah) niscaya dia akan memberimu.” (HR. Abu Daud dan an-Nasai).
Maksudnya: memohonlah setelah kamu selesai menjawab muadzin itu.
17. Puasa Ramadhan dan enam hari di Bulan Syawwal setelahnya
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa Puasa Ramadhan kemudian diikuti enam hari di Bulan Syawwal maka (pahalanya) seperti puasa setahun.” (HR. Muslim).
18. Puasa tiga hari setiap bulan (tanggal: 13, 14 dan 15 Bulan Qomariyah)
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa puasa tiga hari dari setiap bulan maka itulah (pahalanya seperti) puasa setahun.” Kemudian Allah menurunkan firman-Nya sebagai pembenaran dalam kitab-Nya yang artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.” (QS. Al An’am:160). Satu hari sama dengan sepuluh hari (HR. at-Tirmidzi).
19. Memberi makanan untuk berbuka puasa bagi orang-orang yang berpuasa
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa yang memberikan makanan untuk berbuka puasa bagi orang yang berpuasa maka baginya seperti pahalaya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
20. Shalat pada malam Lailatul Qadr
Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya:
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr:3).
Maksudnya: lebih baik daripada ibadah selama 83 tahun kira-kira.
21. Jihad
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Kedudukan seseorang dalam shaf (jihad) fi sabilillah lebih baik daripada ibadah enam puluh tahun.” (HR. Hakim dan dishahihkan oleh Albani).
Dan ini merupakan keutamaan kedudukan/posisi dalam shaf (jihad), lalu bagaimana dengan orang yang berjihad fi sabilillah dalam tempo berhari-hari, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun?
22. Ar Ribath (bersiap siaga di perbatasan musuh)
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa yang tetap bersiap siaga (diperbatasan musuh) fi sabilillah dalam satu hari satu malam maka baginya pahala seperti puasa satu bulan penuh dengan shalat malamnya. Dan barang siapa yang meninggal dalam keadaan bersiap siaga maka baginya seperti itu juga pahalanya, dan ia diberikan rezeki serta diamankan dari fitnah.” (HR. Muslim).
Yang dimaksud dengan “fitnah” disini adalah siksa kubur.
23. Amal shalih pada sepuluh Dzulhijjah
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Tidak ada hari dimana amal shalih dalam sepuluh (Dzulhijjah) lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari lainnya.” Para shahabat bertanya: Wahai Rasulullah, juga tidak jihad di jalan Allah? Beliau menjawab: Juga tidak jihad di jalan Allah, kecuali orang yang mengeluarkan dengan harta dan jiwanya sementara ia tidak kembali sedkitpun.” (HR. Bukhari).
24.Mengulang-ulangi beberapa surat Al-Qur’an
Berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Surat al-Ikhlash sama dengan sepertiga al-qur’an dan surat al-Falaq sama dengan seperempat al-Qur’an.” (HR. ath-Thabarani dan dishahihkan olah Albani).
25. Berdzikir yang pahalanya berlipat ganda dan hal ini banyak (macamnya)
Diantaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika keluar dari (rumah isterinya) Juwairiyah Ummul Mu’minin Radhiyallahu ‘anha disaat pagi hari ketika beliau shalat subuh sedang dia berada di tempat shalatnya. Kemudian Rasulullah pulang setelah shalat dhuha sementara Ummul mu’minin sedang duduk (di tempat shalatnya), seraya beliau bertanya:“Masihkah engkau dalam keadaan yang tatkala aku tinggalkan?” Ummul mu’minin menjawab: Ya, benar. Lalu beliau bersabda:
“Aku telah mengucapkan empat kalimat tiga kali setelahmu seandainya kalimat-kalimat itu ditimbang dengan apa yang kamu ucapkan mulai hari ini pasti (kalimat-kalimat itu) akan lebih berat, yaitu: “Subhaanallahi wa bihamdihi ‘adada khalqihi waridhaanafsihi wazinata’arsihi wamidaada kalimaatihi: maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya, Yang menghitung ciptaan-Nya, Yang ridha dengan Dzat-Nya, berat ‘arsi-Nya dan tinta kalimat-kalimat-Nya.” (HR. Muslim).
Dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu berkata: nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melihatku dan aku sedang menggerakkan bibirku lalu beliau bertanya: “Apa yang kamu ucapkan wahai Abu Umamah? Saya menjawab: Saya berdzikir dan menyebut Allah. Kemudian (beliau mengajariku) lalu bersabda:
“Maukah kamu aku tunjukkan kepada yang lebih banyak (pahalanya) dalam berdzikir kepada Allah di siang hari dan malam hari? Maka ucapkanlah: “Walhamdulillahi mil amaa ahshaa kitaabahu, walhamdulillahi ‘adada kulla syay in, walhamdulillahi mil a kulla syay in: segala puji bagi Allah Yang Menghitung apa yang diciptakan-Nya, segala puji bagi-Nya sepenuh apa yang diciptakan-Nya, segala puji bagi-Nya yang Menghitung apa yang (terdapat) dalam langit dan bumi, segala puji bagi-Nya Yang menghitung apa yang (termaktub) dalam kitab-Nya, segala puji bagi-Nya sepenuh apa yang (termaktub) dalam kitab-Nya, segala puji bagi-Nya Yang Menghitung segala sesuatu, dan segala puji bagi-Nya sepenuh segala sesuatu.”
“Dan hendaklah kamu bertasbih kepada Allah seperti itu” Lalu beliau meneruskan sabdanya: “Pelajarilah (do’a-do’a ini) dan ajarilah orang-orang setelahmu.” (HR. ath-Thabarani dan dishahihkan oleh Albani).
26. Istighfar yang berlipat ganda
Berdasarkan sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Barangsiapa yang memintakan ampunan bagi orang-orang mu’minin maupun mu’minah Allah akan menulis dari seperti mu’minin maupun mu’minah sebagai satu kebajikan.”(HR. ath-Thabarani dan dishahihkan oleh Albani).
27. Melaksanakan kepentingan manusia
Berdasarkan sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Sesungguhnya bila aku berjalan dengan saudaraku muslim untuk memenuhi suatu hajatnya lebih saya cintai daripada saya beri’tikaf di masjid selama satu bulan.” (HR. Ibnu Abi Dun-yaa dan dihasankan oleh Albani).
28. Perbuatan-perbuatan yang pahalanya senantiasa mengalir sampai setelah mati
Yaitu yang dijelaskan dalam hadits Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Ada empat macam pahala yang selalu mengucur (walaupun) setelah meninggal: “Seseorang yang selalu siap siaga (di perbatasan musuh) di jalan Allah, seseorang yang mengajarkan suatu ilmu maka pahalanya akan selalu mengucur selama ilmu itu diamalkan, seseorang yang memberi shadaqah maka pahalanya akan selalu mengucur (kepadanya) selama (shadaqah tersebut) dipergunakan dan seorang ayah yang meninggalkan anak yang shalih yang mendo’akan kepadanya.” (HR. Ahmad dan Thabrani).
29. Mempergunakan waktu
Hendaknya seorang muslim menggunakan waktunya dengan ketaatan (kepada Allah). Seperti membaca al-Qur’an, berdzikir, ibadah, mendengarkan kaset-kaset yang bermanfaat agar waktunya tidak sia-sia belaka agar ia tidak dilalaikan dimana saat itu tidak bermanfaat lagi kelalaian, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
“Dua nikmat yang (sering) dilupakan oleh kebanyakan orang, yaitu: kesehatan dan kekosongan (waktu).” (HR. Bukhari).
Allah-lah yang Maha Memberikan taufiq kepada kita semua agar umur kita dipanjangkan oleh-Nya dalam kebaikan. Dan dapat mempergunakan kesempatan-kesempatan yang berlipat ganda (pahalanya) dimana kebanyakan orang melalaikannya.
Diketik ulang oleh Rudi Elprian dari buletin Jeddah Dakwah Center

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More